AH...AH...AH..

AH...AH...AH..

Oleh | Didik Wahyu Kurniawan -Tanggal 07 July 2025


Sayangnya di otak saya ini kata piknik, wisata, rekreasi dan berbagai bentuk healing lainnya sudah mengalami degradasi makna. Banyak orang tua (maaf tulisan ini nggak pakai data, jadi tak usah ditanya sebanyak apa), yang serba mumet jika masa libur sekolah tiba. Bahkan ada orang tua yang sudah jauh hari menyiapkan bakal liburan kemana bersama anak-anak mereka. Saya sebenarnya juga sudah sejak lama menyiapkan liburan untuk anak-anak saya. Kira-kira sudah saya persiapkan sejak 1.400 tahun yang lalu. Hei? Mesti saya dikira bercanda. 
Liburannya kok jauh banget ke masa lalu? Begini kisanak, tempat liburan yang menurut saya bisa menembus ruang dan waktu adalah perpustakaan. Di kota Solo (hidup Joko, Solo!) ada beberapa perpustakaan yang menjadi titik tuju. Solo Raya sih. Masjid A Zayeed itu perpustakaannya bagus. Meski koleksi bukunya masih sedikit. Tempatnya nyaman dan ke-Arab-Araban. Kayaknya tidak terlalu terdampak efisiensi. Soalnya AC-nya cihuy banget. Ada perpustakaan Monumen Pers. Koleksinya nggak banyak juga namun menyimpan arsip surar kabar digital berbagai tahun. Lumayan ramah anak juga. Terus, ini yang paling favorit karena yang paling dekat dari rumah daripada dua perpustakaan sebelumnya. Namanya perpustakaan Ganesha. Searching saja. Menurutku ini salah satu perpustakaan terlengkap dan ternyaman juga teramah anak. Paling jos pokoke. Kapan-kapan kalian harus ke sini. Langganan keluargaku.
Nah perpustakaan itu bisa membawa kita ke berbagai garis waktu. Lewat kata, menembus ruang dan sangat luas garis waktunya. Selain jelas-jelas gratis dan marai betah untuk glundhang-glundhung di sana. Kalau anak diperkenalkan dan didekatkan dengan buku sedini mungkin, kecerdasan alamiahnya akan tumbuh dan terjaga dengan semestiny. Setidaknya itu yang masih saya percaya sampai hari ini. Dan itulah yang membuat saya menghapus beberapa pertanyaan konyol ketika saya memilihkan sekolah untuk anak-anak saya. Pertanyaan itu di antaranya adalah,
"Apa keunggulan atau prestasi sekolah ini?"
"Apa yang membedakan lulusan sini dengan lulusan sekolah lain?"
"Apa saja kegiatan ekstrakurikulernya?"
Pertanyaan-pertanyaan itu sudah saya bumi hanguskan. Apa itu? Mana ada kegiatan tambahan kok dijadikan program unggulan? Ekskul? Cara menyingkatnya saja kurang tepat. Harusnya ekskur dong. Kok ekskul sih?
Pertanyaan yang ada di kepala saya adalah, saya memposisikan diri sebagai 'sekolah' yang akan saya pilih kemudian 'sekolah' itu bertanya kepada saya,
"Apa harapan anda ke anak anda jika sekolah di sini?"
"Coba proyeksikan anak anda sepuluh tahun atau setidaknya enam tahun lagi anak anda akan seperti apa? Karena ini SD, lama tempuhnya enam tahun."
Dua pertanyaan itu yang menjadi pegangan saya. Ketika sudah oh iya aku punya jawabnya, maka setidaknya kekhawatiran terhadap masa depan anak saya cukup berkurang. Karena kalau sistem pendidikannya seperti sekarang ini, rumah adalah yang paling lumrah ramah untuk menyiapkan masa depan yang cerah, bukan dimonopoli oleh sekolah. Ah ah ah...

Sukoharjo, Sabtu 5 Juli 2025, 20.45
Ditulis setelah ngeloni anak.

Bagikan: WhatsApp Instagram Facebook Twitter

Komentar

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama!